Memaknai Malam Selikuran

Operator Desa 15 Juni 2017 17:21:24 WIB

Selikuran (21 Ramadan) menurut masyarakat Jawa memiliki arti yang spesial. Oleh karenanya malam selikuran diperingati oleh masyarakat Jawa dengan tradisi unik. Salah satu yang masih bertahan adalah kenduri bersama. Demikian juga yang terjadi di Desa Karangrejek. Masyarakat masih mempertahankan tradisi penuh makna itu. Supriyatno, Dukuh Padukuhan Blimbing menyatakan bahwa tradisi kenduri bersama ini masih lestari terutama di padukuhan yang ia pimpin. Harapannya masyarakat meniatkan dan memaknai tradisi ini untuk lebih mempersatukan masyarakat. Kenduri merupakan ajang silaturahmi yang masih sangat efektif, disamping juga memudahkan niat sedekah bagi masyarakat. Kenduri sendiri diakhiri dengan doa bersama memanjatkan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa. "Semoga dengan niat yang baik ini ALLAH SWT akan mengijabahi semua permohonan kita semua" pungkasnya. 

Sementara itu menurut ajaran Islam selikuran sendiri dimaknai istimewa dikarenakan malam 21 Ramadan merupakan malam sepertiga akhir yang didalamnya terdapat Malam Lailatul Qadar. Rasulullah sendiri mulai melakukan iktikaf pada 21 Ramadan. Momentum pelaksanaan tradisi Kenduri selikuran juga bisa dimaknai sebagai upaya untuk lebih mendekatkan diri kepada ALLAH SWT sesuai dengan makna "Selikur" itu sendiri yakni "Sing Linuwih le Tafakur".  Diharapakan di 10 hari terakhir puasa ini umat Islam dalam melakukan ibadah benar-benar khusuk dan berkualitas. Dengan meningkatkan ibadah, tadarus, sedekah dan iktikaf di masjid.

 

Belum ada komentar atas artikel ini, silakan tuliskan dalam formulir berikut ini

Formulir Penulisan Komentar

Nama
Alamat e-mail
Kode Keamanan
Komentar